Sampai saat ini dunia masih bergantung pada penggunaan energi yang bersumber pada bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas alam. Selama bertahun-tahun manusia telah melepaskan CO2 ke dalam atmosfer melalui penggunaan energi yang bersumber dari fosil tersebut,
Hal ini memicu terjadinya peningkatan selimut alami bumi yang memicu peningkatan suhu iklim bumi. Maka perubahan iklim menjadi tak terprediksikan dan beresiko menyebabkan kematian.
Mencairnya tudung es di kutub utara dan selatan, meningkatnya suhu air laut, kemarau berkepanjangan, badai besar di lautan, coral bleaching, banjir dan menyebarnya wabah penyakit di berbagai negara. Semuanya adalah bencana besar yang merupakan kengerian tak terelakkan akibat meningkatnya suhu panas bumi. Peningkatan suhu panas bumi adalah efek rumah kaca yang dihasilkan oleh negara-negara dengan penduduk terbesar di dunia yang juga merupakan pengguna terbesar energi yang bersumber dari fosil
Efek Rumah Kaca
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824.
Adalah proses pemanasan suatu benda langit , terutama planet atau satelit yang disebabkan oleh komposisi atau kondisi atmosfernya. (Wikipedia)
Di bumi, efek rumah kaca bisa terjadi secara alami dan ada juga yang ditingkatkan akibat kegiatan manusia.
Penyebabnya adalah meningkatnya konsentrasi gas Karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lain di atmosfer. Meningkatnya jumlah CO2 di atmosfer ini adalah akibat tingginya penggunaan bahan bakar berbasis fosil, yang jumlahnya melebihi kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Sebanyak 25% energi yang berasal dari luar bumi diserap oleh awan dan 45% diserap oleh permukaan bumi. Energi yang diserap ini kemudian dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi sinar infra merah. Namun sebagian besar infra merah yang dipantulkan bumi tertahan oleh gas Co2 dan gas-gas lainnya di atmosfer, sehingga kembali lagi ke bumi. Dalam kondisi normal, efek rumah kaca dibutuhkan untuk membuat suhu siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Namun tingginya frekuensi efek rumah kaca yang melampaui kondisi normal, menyebabkan peningkatan suhu permukaan bumi sehingga kita mengenal apa yang disebut Pemanasan Global atau Global Warming.
Peran Indonesia Dalam Menekan laju Pemanasan Global
Mengacu pada Data dari Bank Dunia, beberapa negara berpenduduk besar masih menggunakan energi batubara sebagai sumber energi terbesar mereka.
China, 79% batubara, 1,8 % gas alam, 0,2 % minyak, 14,8% PLT Air, 2,2 % energi terbarukan, dan 1,8 % nuklir. (Akses energi, 99,8 % penduduk China menikmati energi).
Amerika 43,3 % batubara, 24,2% gas alam, 0,9% minyak, 14,8% PLTAir, 2,2 % energi terbarukan, 1,8% nuklir (Akses energi, tak diketahui).
Untuk perbandingan, berikut data sumber energi Indonesia:
Indonesia 44,4% batubara, 20,3 % gas alam, 23,2 % minyak, 6,8% PLT Air, 5,2% energi terbarukan, (Akses energi 72,9%).
Dalam Rapat Pleno pertemuan I tingkat Menteri Mission Innovation yang berlangsung pada tanggal 1 Juni 2016 di san Fransisco, Indonesia terpilih dari 10 negara yang mendapat kepercayaan untuk menjadi bagian dari Komite Pengarah MI. Komite tertinggi dalam MI ini bertugas memberikan arahan strategis dalam pengembangan dan inovasi energi bersih di masa depan.
Bersama negara-negara seperti Kanada, Perancis, Arab Saudi, India, Meksiko, Swedia, Inggris, Amerika serikat, Uni Eropa, Indonesia mendapatkan kepercayaan tinggi untuk mendorong agenda pembangunan energi bersih global di masa mendatang.
Indonesia mewakili Asia Tenggara mempresentasikan kepentingan strategis Asia Tenggara dan Indonesia sendiri serta menjembatani kesenjangan dari negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Juga untuk menjembatani antara negara-negara yang bergantung pada energi fosil dan negara-negara yang tergantung pada energi terbarukan.
Sebagai negara yang terletak di kawasan Asia, Indonesia bersama negara-negara Asia lainnya mengalami apa itu tekanan dan daya tahan terhadap dampak buruk perubahan iklim. Sebagai rumah bagi 60% penduduk dunia, ketergantungan warga Asia terhadap hutan, air dan padang rumput tak terelakkan. Hal ini akan menjadi masalah besar manakala kita abai terhadap Global Warming dan terus menerus menggunakan energi berbahan dasar fosil tanpa ada upaya sungguh-sungguh dan signifikan untuk mengganti sumber energi dengan sumber energi terbarukan.
Di beberapa negara maju pemanfaatan energi terbarukan, seperti energi matahari, misalnya, memang lebih didorong oleh keinginan untuk menyelamatkan lingkungan. Namun di beberapa negara dengan penduduk terpadat di dunia, seperti China dan India, bahkan kini mendorong penggunaan energi terbarukan, karena menemukan bahwa hal ini justeru menguntungkan secara ekonomi.
Renewable Energy Policy Network for 21st Century (REN21)
Dalam laporannya REN 21 menyebutkan bahwa negara-negara dunia saat ini telah memberikan dukungan penuh bagi diterapkannya energi bersih, yang belum pernah mereka berikan dukungan sebesar ini sebelumnya. Proses adopsi teknologi ini terbantu berkat teknologi yang sudah matang.
laporan tersebut juga menyebutkan bahwa hingga akhir tahun 2013, negara-negara seperti Amerika, Kanada, Jerman, China dan Brazillia, menjadi lima besar dalam pelaku penerapan energi terbarukan. Sementara itu, 95 negara berkembang turut serta dalam gerakan energi bersih, meningkat dari tahun 2005 yang hanya sebanyak 15 negara.
Energi terbarukan saat ini menempati 56% kapasitas pasokan energi dunia. Jepang, Amerika, Jerman, Inggris dan China menjadi lima besar negara yang mengalokasikan dana cukup besar mereka bagi penggunaan energi terbarukan, Bahkan Jepang sudah mencapai peningkatan investasi hingga 80% di bidang energi terbarukan atau clean energy ini.
Investasi terbesar masih dibidang energi tenaga surya yang mencapai hingga 54% total energi di bidang investasi. Dan sungguh menggembirakan peningkatan investasi di bidang energi tenaga surya ini justeru membuka 6,5 juta lapangan kerja di seluruh dunia.
Energi Terbarukan Bukan Lagi Pilihan, Tetapi suatu Keharusan
Sebagai negara Tropis dan kepulauan terbesar di Dunia, Indonesi memiliki potensi energi terbarukan yang sangat melimpah ruah. Sinar matahari tersedia sepanjang tahun hampir tanpa jeda. Bahkan di saat musim penghujan sekalipun,kita masih bisa menemui matahari bersinar selama beberapa jam. Apalagi di saat musim kemarau. Matahari bersinar selama 10-11 jam penuh.
Energi panas matahari merupakan kekayaan alam tak ternilai, yang pemanfaatannya semakin lama semakin terjangkau dengan semakin murahnya fasilitas panel surya akibat semakin berkembangnya teknologi. Selain sinar matahari Indonesia memiliki energi Geothermal alias panas bumi yang bersumber dari gunung-gunung berapi, Sebagaimana diketahui bahwa 60% Ring of Fire dunia berada di Indonesia !!
Energi dari tenaga angin juga tak kalah melimpah. Hampir sepanjang hari dan sepanjang tahun tersedia hampir di semua wilayah pantai dan gunung di Indonesia. Bahkan daerah-daerah terpencil di kepulauan-kepulauan terpencil umumnya kaya akan energi tenaga angin akibat kencangnya hembusan angin dari laut ke daratan.
Di wilayah pegunungan, energi tenaga air yang biasanya memanfaatkan aliran air yang mengalir dari tempat lebih tinggi ke tempat lebih rendah bisa menjadi alternatif. Belum lagi kekuatan debit air yang didapatkan dari bendungan-bendungan yang tentunya bisa menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air yang tidak main-main kekuatan energinya dalam menghasilkan listrik.
Maka tidak ada lagi alasan bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dan para pelaku industri yang selama ini menggantungkan bahan bakar produksinya pada bahan bakar berbasis fosil untuk menunda-nunda untuk mengganti pasokan energi dari batubara dan minyak bumi yang menghasilkan energi kotor karena sisa limbahnya berupa polusi yang mencemari udara dan sangat berbahaya bagi makhluk hidup dengan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, dan tidak berdampak buruk bagi kesehatan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam sebuah acara minggu 30/7 du UPN Veteran Yogyakarta menegaskan bahwa pengembangan energi terbarukan (renewable energy ) bukan lagi pilihan melainkan sebuah KEHARUSAN.
“Hal ini adalah untuk mengantisipasi bila energi berbahan baku fosil sudah tidak bisa diproduksi lagi di masa datang” tutur Arcandra.
Namun yang lebih penting lagi bagi kita bukan hanya karena energi berbahan fosil masih bisa atau tidak bisa lagi diproduksi, namun jauh di atas itu adalah keseimbangan alam, keterjagaan hutan dan lingkungan hidup serta kesehatan dan keselamatan umat manusia lebih penting dari itu.
STOP GLOBAL WARMING, THE CLEAN ENERGY REVOLUTION IS A MUST !!
Credit for all pictures go to Pexels.com
Semoga teknologi bs semakin maju untuk memanfaatkan sistem tenaga surya y bun.. 🙂
SukaSuka
Insha Allah ya Bund 🙂
SukaSuka